Membaca Trilogi Kesadaran Karya Nurel Javisarqi
oleh Tosa Poetra
Seperti yang ditulis di sampul belakang buku Trilogi Kesadaran (Kajian Budaya Semi, Anatomi Kesadaran danRras Pemberontak) karya Nurel Javisarqi terbitan Pustaka Pujangga 2006, disampaikan pada larik terakir sampul belakang “Trilogi kesadaran, buah karya dari pribadi penuh rayu pemikiran akan membawa anda ke cakrawala pembebasan paling padang njingglang", membaca buku tersebut memang gaya penyampaian penulis membikin saya merasa sedang berhadapan langsung dan dituntun menuju penyadaran yang paling padang njingglang, mendapat pencerahan yang terang benderang.
Di mata saya, penulis(Njav) bukan cuma sekedar penyair atau esais pada umumnya, namun terlebih sufistis, dalam rangkaian kalimat yang komunikatif penulis menyampaikan segala dengan mendasarkan pada sang maha penyebab yaitu pada Allah, seperti hal tertulis pada prolog kausalitas yang rahmatan lil alamin, halaman 52 paragraf pertama, larik terakir "penulis hanyalah anak barusan belajar dan sedang getolnya pelajari kebodohan. Sebabnya, hanya Ridho-Nya yang kita damba".
Jika pada lazimnya beranggap ada hukum sebab akibat namun di sini sebagaimana tertulis di halaman 54 penulis kemukakan keterangan tentang : sang penyebab segala sebab (1), penyebab yang menyebabkan(2), penyebab mendekati pengakibat(3), pengakibatan menuju akibat akhir(4), yang semua dijlentrehkan penulis sampai halaman 66.
Bertolak hal tersebut maka, jika saya mendapatkan penyadaran yang paling padang jingglang adalah karena 4 hal:
1. Sang maha penyebab menakdirkan saya bertemu penulis, karya penulis dan penulis dapat menuliskan kitab penyadaran dan semua yang terjadi.
2. Guru saya disekolah mengajari menulis dan membaca hingga saya dapat membaca.
3. Saya membaca tulisan penulis menyebabkan saya tahu.
4. saya tahu apa yang disampaikan penulis dan menyebabkan saya sadar.
Yang kesemua itu juga kembali bertolak pada hukum sebab akibat.
Andaipun sebelum ini saya tengah semaput atau setengah sadar ataupun sadar, namun apa yang saya tulis antara sadar dan tidak sadar ini adalah merupakan rangkuman kesadaran setelah membaca trilogi kesadaran yang di dalamnya menyadarkan tentang banyak hal, menyadarkan bagaimana berbudaya, beragama, berINDONESIA, juga menyadarkan bagaimana memandang waninta, berpuisi, pemberontakan dan hal lain yang tak dapat semua saya tuturkan di sini, dan andaipun ada kesalahan dalam menulis itu semua karena keterbatasan dan kekurang sadaran saya.
Bukan cuma dalam buku tersebut, menyadarkan dalam banyak hal namun secara langsung maupun tak langsung ketika berjumpa saya dua bulan yang lalu, menyadarkan saya akan pentingnya menghargai buku, mulai menatanya sampai membaca dan memahami juga bagaimana harusnya menulis.
Dari banyak hal penyadaran yang termuat dalam trilogi tersebut yang njangget di otak dangkal setengah sadar saya antaranya ketika penulis mengungkapkan bahwa perkalian itu hukum sebab akibat atau lipatan
3 x -2 = -6 (hukum kebalikan universal)
0 x -2 = 0 (kekuasaan Allah)
-1 x -2= 2(hukum setan, lesbian dan korup).
Hal 161 yang dijlentrehkan sampai halaman 164.
Dan kembali pada halaman 17 paragraf pertama, yang ini seakan menyepakati pemahaman saya dan seharusnya memang demikian.
"atau kita memahami nilai agama dengan keliru, memaknai introspeksi dengan berdiam diri, memaknai peribadatan hanya di rumah ibadah, artikan amal jika ada iming-iming kembalian lebih di dunia dan akhirat. Tertangkaplah di sini bahwa bangsa berwatak pesimis, anaknya bermental penjudi. Tidakkah memberikan sesuatu dengan berharap imbalan di suatu waktu akan datang, merupakan wujud perjudian terselubung?.
Ya, segala sesuatu harusnya dilaksanakan atas dasar iklas seiklasnya, tanpa mengharap apapun, sebab tanpa kita harap pun Allah pasti tidak akan merelakan, membiarkan keringat hambanya menetes dan kering dengan sia-sia.
Jadi dalam beribadah harus iklas, sebagai bentuk sukur atas segala nikmat yang telah diberikan, sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban kita yaitu bahwa sesungguhnya kita diciptakan hanya untuk satu perkara, beribadah pada-Nya. Kita diciptakan bukan untuk menjadi peminta-minta meski Allah senang pada hamba yang mau memohon, namun jika ujung-ujungnya beribadah dengan mengharap imbalan lebih kan sama halnya judi, tombok togel, tombok seribu berharap dapat 60ribu, apa kita mau diciptakan sebagai demikian? Saya rasa tidak.
Saya pun berpendapat demikian sejak lama, meski mendapat pertentangan dari berapa kawan, jadi ketika mendapati paragraf tersebut saya merasa dapat kawan sepandangan dan dapat dukungan.
Kembali pada hukum sebab akibat, tentu benarlah segala karena sang maha penyebab, atas ijin dan kehendak Allah, bagaimana tidak, jangankan untuk melakukan sesuatu, bernafas atau tidur saja tanpa ijin dan kehendak Allah tak mungkin bisa.
Lantas bagaimana dengan keberadaan penjahat, koruptor dan sebagainya? Apa mereka juga atas ijin dan kehendak Allah? Kurasa dalam pandanganku yang setengah sadar adalah “IYA”, bagaimana tidak? Bagaimana orang dapat jadi jahat? Dapat korupsi jika tidak dikehendaki atau atas ijin Tuhan? Mau nafas saja tak bisa, kalau tak diijinkan dan dikehendaki jadi koruptor mengapa tidak dimatikan saja sebelum korupsi? Sebelum berbuat jahat?
Ya, orang menjadi jahat karena tergoda setan. Nah, siapa yang menciptakan setan? buat apa setan diciptakan? orang yang tergoda setan, berbuat jahat nantinya ditempatkan di neraka ketika di akhirat dan mendapat cela di dunia, jika mereka tidak dibiarkan jahat, lantas siapa penghuni neraka nanti?
Buat apa neraka diciptakan? sia-sia bukan? demikian juga penjara, jika tak ada penjahat, siapa yang akan dipenjara? dan itu akan membuat pengangguran besar, sebab jika tak ada penjahat maka tak ada polisi, tak ada pegawai penjara, mau dikemanakan para pekerja hukum tersebut? tak perlu juga pegawai pembuat peraturan perundangan tentunya.
Terlebih hal tersebut, orang dibiarkan jahat agar dapat menjadi contoh dan pelajaran bagi orang lain, agar tahu efek buruk berbuat jahat, di dunia dicela, dipenjara, di akhirat disiksa neraka.
Yang hal tersebut telah diberikan kesempatan bagi manusia untuk memilih menjadi baik atau buruk dalam peran kehidupan. Ibarat sinetron, sutradara menyilahkan atau bahkan telah memilihkan peran bagi pemain untuk memerankan antagonis atau protagonis, mana yang sesuai dan dapat dijiwai.
Hidup ibarat juga kita disediakan televisi dengan beratus cenel dan agenda acara masing-masing, mau putar chanel mana terserah kita, misal SCTV dengan film kartun, RCTI dengan berita aktual, Indosiar dengan infotaimen, ANTV dengan siaran dakwah dan sebagainya, demikian juga hidup, memilih jadi jahat dengan resikonya, menjadi baik dengan segala imbalannya yang tanpa kita harap atau kita minta pasti diberikan.
Kita kembalikan lagi pada sebab Sang maha sebab, yaitu semua atas kehendak Tuhan. Kita memang telah disediakan pilihan namun jangankan memilih bernafas saja tentu tak dapat tanpa izin Tuhan, nah lantas orang jadi jahat? kehendak Tuhankah? atas ijin Tuhankah?
Apa dengan demikian lantas jika ada orang salah itu berarti kesalahan Tuhan? tentu tidak, sebab Tuhan maha benar, nah kalau semua atas kehendak Tuhan tapi Tuhan tak mau salah, apa berari Tuhan sekehendak hatinya? ya karena Tuhan maha berkehendak, kalau begitu Tuhan mau menang sendiri? itu urusan Tuhan, karena dia adalah Tuhan, maha segalanya, mau apa saja terserah Dia, kalau tidak demikian tentu bukan Tuhan namanya.
Namun demikian Tuhan selalu menghendaki umatnya menjadi yang terbaik, menepati kodrat penciptaan sebagai rohmatan lilalamin, sebagai walinya di muka bumi.
Demikian keadaan setengah sadar yang dapat saya tuturkan, semoga saya akan benar menjadi sadar dan setelah kita membaca Trilogi kesadaran kita akan sadar sesadarnya. Andaipun yang saya uraikan menyimpang dari kesadaran, dan banyak ngelantur dari buku Trilogi Kesadaran, ya mungkin ini adalah pengaruh dari kekurang sadaran,semoga saya akan disadarkan. Jika ada benar ini dari Allah, jika ada salah itu dari saya. Sebab Allah maha benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar