Beri
Jangan alpa beri aku rasa luka,
Agar aku tak lupa cara mendendam dan mencinta
Beri juga air mata,
Agar aku tak lupa cara menangis dan tertawa
:Sanggalea, 25 Oktober 2010
SURGA NURJANNAH
Nurjannah namamu surga
perempuan liat dengan hati dan jemari baja
Mewangi matahari
parfum terbaik di tubuhmu jelata
Di telapakmu, surga penuh lumpur sawah
dan semesta adalah kebun ketela
Setiap senja
dilambari doadoa yang rebah pada tiap pematang
serta mantra pengusir ulat dan belalang
Lelakimu Sang Maradia*
melampaui waktu berkurung dalam rumah
menyapu,
menyiram bunga,
berbelanja,
memasak,
dan mencuci pakaian anak-anak
Bisik-bisik tetangga berhenti telah lama
Sebab senyummu rekah selalu
"Inilah surga," katamu.
17/11/10
____________________________________________
*Maradia: gelar kebangsawanan suku Mandar
LELAKI YANG MENJADI ANGIN
: tata mandong
Berkali-kali
sesuatu memanggilku datang padamu
menuruni lereng, menggelinding di lembah
menyiulkan desau pada daun
menjadi gemericik tak pernah sunyi,
menjadi kabut yang selalu.
kaukah angin itu?
kaukah angin itu?
yang merelakan kenangan
tersangkut di pepohonan hutan
berkerutkerut
menjadi lumut
seperti keriput
di wajahmu
di wajahmu
bermukim lukaluka
mengering bersama
jejak sepatu anakanak muda
dan petik kecapimu
menempel di batu-batu
Ramma, 111010
DALAM BAYANGBAYANG
(Interpretasi bebas dari lagu In The Shadow-The Rasmus-)
Tetap terjaga.
Tetap terjaga hingga kutemukan jawabnya
Takkan berhenti.
Takkan berhenti sebelum kutemukan penawar luka ini
Terkadang
Aku merasa jatuh dan hilang
Karena
Aku tahu aku dihantui keinginan
Aku:
melihat
menunggu
dalam bayangbayang di seluruh waktuku
mencari
hidup
untuk esok di seluruh hidupku
Mereka berkata
Aku harus belajar membunuh sebelum aku bisa merasa aman
Tapi aku
Memilih bunuh diri dan kembali menjadi budak mereka
Terkadang
Aku merasa seharusnya pergi dan menari bersama petir
Karena
Aku tak ingin diam menunggu keajaiban
Aku berjalan dalam lingkaran, menunggu sesuatu:
rasakan
sentuh
sembuhkan
datang
bawa aku lebih tinggi
Dalam bayangbayang
Aku menunggu
--------------------------------------------------------------------------------------------------Karpethijau, 291210
Akhir Pekan Ini Kita
Melautkan luka pada lampu-lampu
perahu nelayan
Bersampan pada gerimis membadai malam ini
Menggenang kenangan yang segera
Setiap tahun membaru
Kita membiru
Ah...tahun yang basah...
Lae-Lae, 8 Jan 11
PATAKA UJUNG DERMAGA
: r
selepas ombak beringas merenggut pasir dari pesisir
kita terdiam melepas ufuk yang uzur
melenggang pulas menuju kedalaman
mengibarkan kecemasan kelabu
menumbuhkan terumbu
dalam hatiku
dalam hatimu
Lae-Lae, 080111
Anonim 04
pukul 2 tengah malam
selalu membawa bau tubuhmu ke dalam
mulutku
ada sepi yang adalah api menunggu
jam meledakkan dirinya
dalam ususku
sesuatu mawar dalam dadaku
setiap kubaca pekat malam
dimatamu
tidakkah tidakkah tidakkah
kau?
KEPADA JENDELA
Kepada jendela
Teriakkan : Eureka!!!
Lalu melompatlah...
Karena pintu tak lagi membuka
Makassar, Mei 2008
Anonim 02
Pelan-pelan matahari merapuh melepuh membakar tapi juga
Membekukan rasajiwa pada jerat harihari kemarau
Laludia lalusuka lalucinta laluluka laluah lalusaja ada
sakit yang terbiasa terus menanam rindutakbisalupa.
Laluastaga! Cinta tak ada mati rupanya.
22:08:17
20 September 2007
BELAJAR MENGAJI
alif. lam. mim.
kamulah alif itu :
dimana bertumbuh segala sesuatu
kamulah Rahim
muasal segenap jiwa
padamu karam kehambaan diri
kamu lafazkan lam :
lalu muncul makam tanda tanda
semesta fana dan baka
kitab bertulis hayat setiap makhluk
padamu tasbih diuntai tak henti
kamu jadikan mim :
manusia tersebab ia penanggung rahasia
berbiak setelah jatuh dari surga
terberai hingga saatnya dikumpulkan kembali
padamu zikir berdenting ramai dan hening
kamu bebastugaskan pencatat kejadian
kumandang penghabisan
‘inna lillahi wa inna ilaihi raajiun’
amin paling akhir
tanpa selesai aku mengaji-Mu
Bantimurung, 02 02 2011, 02:49
RHOMA IRAMA FOR INDONESIA*
Kau yang mulai kau yang mengakhiri
Kau yang berjanji kau yang mengingkari
Bertahun-tahun lalu menyalak itu lagu
Meraung gitar patah karena gagal bercinta
Jeda hiburan, berita pukul tujuh setelahnya
Siaran pagi di stasiun Radio Republik Indonesia
Setiba hari ini, ramai-ramai kita menyanyikannya di jalanan
Sambil mengusung gambar presiden, gubernur,
dan pejabat negara lainnya
Lupakan Garuda Pancasila!
Nyanyikan saja lagu dangdut, yang merdu merayu
Sebab penguasa lebih suka mengeluh karena tak naik gaji
Sementara kita hanya bisa hidup dari utang,
mengurangi makan atau bunuh diri
Dulu-dulunya mereka menebar janji
Akan menurunkan angka pengangguran, memberantas korupsi,
memerangi kemiskinan, mengatasi generasi kurang gizi
Bulan-bulan merambat ditegakkan dengan berbagai dalih
Janji pecah, seperti periuk belanga terhempas di batu cadas
Bencana-bencana tiba,
Ahmadiyah diserang; mati tiga, yang lain luka-luka
Dan penguasa cuma bilang prihatin sambil menyuruh kita berdoa bersama
Doa yang diulang-ulang, bikin tuhan jadi bosan
Sampaikan kepada para penghuni istana negara
Tak usah repot-repot menutup telinga, jangan khawatir
Kita tak akan memaki, hanya perlu sering-sering bernyanyi
Saling mengingatkan agar tak khilaf lagi di pemilu nanti
Kau yang mulai kau yang mengakhiri
Kau yang berjanji kau yang mengingkari
Bantimurung, 10 Februari 2011
*inspired by: Dian Sastro For President! & Kegagalan Cinta (Rhoma Irama)
Sepasang
Bebek leher panjang
Sepasang
Ketawa
Terjungkal-jungkal
Gadis dan bujang
Sepasang
Mengairmata
Terpingkal-pingkal
Massanra, 260211
(Ani, seandainya kamu berani sedikit saja....)
MENGINTIP MALAM DARI CELAH JENDELA
kegelapan adalah rumah tanpa bohlam
lampu yang menyembunyikan wujud segenap hantu dan setan.
inilah kelam paling lebam
penjaga airmata dan rahasia paradewa.
hitam kental sungguh, meskipun
Orion menerjemahkan diri sebagai
bintangbintang.
jadi biarkan Aether menikam dadanya sendiri
karena malam ini
takada bulan yang tersangkut di pohon cemara.
SAJAK ULANG TAHUN
oleh Mariati Atkah pada 20 Mei 2011 jam 11:14
PERMULAAN
bagiku
kamu adalah setapak
dan aku pejalan kaki
yang lupa cara berkendara di jalan raya
PETUALANGAN
bagiku
kamu adalah perahu
dan aku nelayan
yang tak memilih daratan
PERHENTIAN
bagiku
kamu adalah rumah
dan aku penghuni
yang tak hendak pindah
meski diusir berkali-kali
Selamat ulang tahun, Sayang.
Maaf tidak bisa memberimu apa-apa,
hanya sajak sederhana dan cinta
yang tak punya tanggal kadaluarsa.
Barru, 18 Mei 2011
Lambia, Laki-Laki Yang Menjual Sepasang Kaki
karena menetaskan anak-anak kah
seseorang disebut sebagai orang tua
atau karena rambut yang semakin mendekati
warna kapas paling murni?
anak-anak adalah sepasang bintang
yang menetas dari tempurung lututmu
mereka bercahaya, tinggi, jauh
meninggalkan kau dalam jarak tak terjangkau
di kepala mereka tumbuh pohon kacang
yang bersulur mengecap langit
namun segera pohon itu tumbang
karena pupuk harus dibeli dengan uang
sepasang kaki tak sempurna
-salah satunya lebih pendek dari lainnya
telah kau gadai bersama roda sepeda
mengayuh waktu yang menabung keringatmu
sejak matahari belum menciptakan bayang-bayang
hingga beberapa jam setelah rembang petang
demi mimpi anak lelakimu menjadi karyawan
atau buruh sebuah perusahaan
karena ia tak sanggup lagi mengurusi sawah
dan kebun seluas telapak tangan
demi mimpi anak perempuanmu menjadi bidan
yang sekolahnya perlu uang jutaan
karena ia sudah tak tahan
bergelimang dengan pakaian penuh tambalan
telah menggunduk dalam telinga kau
muntahan keluh anak istri tiap hari
seperti tumpukan dedak dari pipa pembuangan
pabrik penggilingan padi
mengapa kita tak bisa seperti orang lain?
bisa sekolah tinggi
makan teratur tiga kali sehari
dengan lauk bernilai gizi tinggi
mengapa kita tetap tercatat sebagai orang miskin?
meskipun tak henti berusaha
agar keluar dari satu angka statistik negara
yang menjadi alasan pemerintah
terus menambah jumlah hutang
tak terbilang
tapi kau kata tak ada urusan dengan negara
sebab setiap malam
tetap saja
sepasang kakimu
terpincang-pincang
kelelahan melangkah pulang
habis bersenggama dengan
pematang dan
aspal jalanan
Massanra, Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar