Ketika ia mati,aku tak bisa tersedu
sebab telaga mata kehilangan riak
kami telah menangis di semua musim
Segenap lembah,pada landai Ibu
yang kita namai pertiwi
Kami hanya seletup mulut tanpa laras
sedecak pun lidah ini tak berpelatuk
apalagi debar dada tinggal sehela nafas
Mengapa? Kau tega menyiramkan darah
ke atas ringkainya cekung kelopak mata ibu
yang kita namai pertiwi
Waktu ia mati,aku tak bisa tersedu.
Sebab kami telah menangis di segala gubuk
segala dangau,kepala terbenam tungkai
jejari menusir di retak tanah
mengais sisa embun pada gersang bibir ibu
yang kita namai pertiwi
Jika kami terus mati
tujuh turunan arwah keturunan moyangku
akan bangkit dari rahim ibu
yang kita namai pertiwi
Sekali pun
Jangan lagi kami mati terkapar
di bawah kolong sepatu-sepatu besi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar