Mengenang Sastrawan Robert Penn Warren
(oleh : Lingsir Wengi Guntono)
Pendahuluan
Pada diskusi sastra di beberapa Grup Facebook, saya menjumpai nama Warren disebut berulang-ulang. Tergelitik untuk memperkenalkan sosok Warren kepada sahabat sastra yang budiman, saya mencoba menyusun sebuah tulisan ringan untuk menjelaskan sosok penulis Amerika yang inspiratif ini.
Seorang penulis serbaguna, dibedakan sebagai novelis dan kritikus, Warren dianggap sebagai salah satu penyair terbaik Amerika dari paruh kedua abad kedua puluh.Karyanya yang paling terkenal telah meraih Pulitzer, yatitu sebuah novel All The King’s Men (1946). Warren juga dikenang sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan teori kritis sastra. Metodenya yang dikenal sebagai “Kritik Baru” (New Criticism), adalah sistem analisis sastra yang berfokus tajam pada kualitas intrinsik suatu karya, bukan pada pengaruh luar dan konteks. Meskipun demikian, Warren lebih sering menempatkan dirinya sebagai seorang penyair, walupun kontribusi ilmiahnya di bidang sastra cukup mendominasi teori kajian kritis sastra hingga saat ini.
Sebagian besar karyanya yang monumental adalah transliterasi ayat-ayat suci (Bible) menjadi puisi dengan narasi yang panjang. Tema yang banyak diangkat adalah rasa bersalah manusia, keberadaan korupsi kejahatan dan moral, perlunya dan penemuan jati diri manusia, serta kemungkinan penebusan dosa manusia, Warren memperoleh penghargaan berlimpah, termasuk dua Pulitzer Prize dan National Book Award. Pada tahun 1986 Warren mendapat gelar dari asosiasi sastra negara bagian Amerika Serikat sebagai “the first official poet laureate of the United States” atau Penyair Resmi Kenamaan Amerika Serikat yang Pertama.
Sejarah Hidup Singkat
Warren lahir di Guthrie, negara bagian Kentucky, Amerika Serikat. Setelah menyelesaikan SMA, ia melanjutkan pendidikan militer pada US Naval Academy di Annapolis, Maryland. Riwayat pendidikan militernya berakhir saat mengalami cedera mata yang membuatnya dikeluarkan.
Selanjutnya Warren bergabung di Vanderbilt University Fakultas Teknik Kelautan selama beberapa minggu, sebelum akhirnya memutuskan untuk pindah ke jurusan Sastra Inggris. Di bawah bimbingan Yohanes Crowe Ransom, instruktur bahasa Inggris pertamanya, Warren bergabung dengan "buronan" (fugitive). “Buronan” adalah sebuah serikat guru dan siswa di Vanderbilt. Serikat ini mengadakan kegiatan studi kritis terhadap karya sastra dan puisi, melalui diskusi rutin dan penerbitan majalah. Fugitive (bukan the fugitive yang disampaikan Snyder) bertujuan untuk membangun kesepahaman dan merekonstruksi pemikiran karya sastra klasik dengan model dekonstruksi makna kata. Hal ini ditandai dengan budaya egaliter yang dibangun selama sejarah perjalanannya (Under the Poetry, Cohen, essay 2002).
Warren melanjutkan studinya di Universitas California, Berkeley. Di sana ia bertemu Emma Brescia, yang kemudian menjadi istri pertamanya. Kecewa dengan sistem studi di California University, Warren pindah ke Universitas Yale dan melanjutkan studi pasca sarjana di Universitas Oxford.
Karyanya sastranya yang populer di masa itu, selain dari beberapa puisi pendek dan esai yang telah muncul sebelumnya di majalah, adalah biografi John Brown: The Making of a Martyr (1929). Setelah Warren menyelesaikan studi di Oxford pada tahun 1930, ia kembali ke Amerika untuk menikahi Brescia, dan mulai mengajar di Southwestern Presbyterian College dan Vanderbilt.
Pada tahun 1934, ia menjadi pengajar di Louisiana State University dan bergabung dengan profesor Cleanth Brooks dalam mendirikan lingkar studi ”Review Selatan” (Southern Review). Bersama dengan Brooks, Warren juga menyusun sebuah buku “ Understanding Poetry: An Anthology for College Students” (Memahami Puisi, Sebuah Antologi Untuk Mahasiswa (1938), sebuah teks kunci gerakan kritik “gaya baru” (New Criticism) yang kelak diusungnya. Sementara itu, upaya Warren untuk menulis puisi terus berlanjut hingga kumpulan puisinya yang berjudul “Thirty-Six Poems” (Tiga Puluh Enam-Puisi) diterbitkan tahun 1935.
Pada tahun 1944, Warren diangkat menjadi profesor di Universitas Minnesota, setelah menyelesaikan karya puisi “Selected Poems: 1923-1943”, dan dua novel: Night Rider (1939) dan At Heaven’s Gate (1943). Novel Night Rider (Pengendara Malam) pernah diangkat menjadi film layar lebar produksi Hollywood dan menjadi bahan diskusi klub dikusi mahasiswa UI tahun 1960. Soe Hok Gie membuka diskusi dengan kata-kata Warren dalam bukunya tersebut : “Tak ada yang tersisa pada malam selain pengendara terakhir. Sebab ia mengendarai ketakutan”.
Selama dekade berikutnya, Warren mengalami kekeringan total dalam komposisi puitis dan tidak dapat menyelesaikan puisi apapun. Dia memfokuskan energinya pada prosa, terutama dalam novelnya yang paling terkenal “Semua Pria Raja” dan sebuah esai kritis tentang karya Samuel Taylor C. “The Rime of the Ancient Mariner”. Essai ini berjudul "Sebuah Puisi dari Imajinasi Murni: Sebuah Percobaan dalam Membaca”.
Pada tahun 1950, Warren menetap di New England setelah menerima gelar profesor dari Universitas Yale. Berarti dalam jangka waktu 6 tahun ia telah memperoleh gelar profesor dari 2 universitas kenamaan, yaitu Minnesota dan Yale University. Warren bercerai pada tahun 1951 dan menikahi penulis Eleanor Clark di tahun berikutnya. Pernikahannya yang kedua telah memompa energi Warren untuk kembali menulis sajak. Hasilnya sebuah puisi naratif yang panjang berjudul : “Brother to Dragons: A Tale in Verse and Voices” [Bersaudara kepada Naga, Sebuah Kisah dalam Ayat dan Suara] terbit tahun 1953.
Pada musim gugur 1989, Warren meninggal karena kanker tulang di Stratton, Vermont. Namun karya-karyanya yang terdiri dari puisi, novel, kritik sastra, esai, biografi, naskah drama, dan cerpen telah mengabadikan nama Robert Penn Warren sebagai sastrawan dan tokoh humanis terkemuka di dunia.
Tinjauan Kritis Singkat
Warren telah memberikan kontribusi yang sangat bervariasi untuk sastra Amerika selama masa perang dingin. Ia mempublikasikan karya dengan beberapa tema puitik yang khas, antara lain “kejatuhan kemurnian” serta “konsekuensi Dosa dan Keterasingan”.
Beberapa pengamat yang menganalisis perkembangan Warren sebagai penyair, melihat perkembangan karya-karya awalnya yang penuh dengan formalitas telah berpadu dengan isu kesejarahan yang ambisius (terlihat pada novel : “Bruder di dekat-epik untuk Dragons”). Adapun karya-karya tahap awal setelah epik tersebut telah berkembang menjadi dialektika pribadi yang sarat pesan moral.
Dalam hal komposisi dan penggubahan syair puitisnya, James Wright telah mengamati Warren sebagai tokoh yang "mendistorsi kekerasan bahasa”. Menurutnya puisi Warent adalah bentukan dari komunikasi verbal dengan ciri khas yang saling mengikat, liris dengan penyampaian yang rendah hati dan tulus. James Wright juga mengkritik experimentalisme puitis Warren, yang rancak dengan ritme dan pola-pola struktural yang sangat terkendali ( Poetry Crticism; J.A. Wright 1967 ).
Selain Wright banyak komentator sastra Amerika pada tahun 1960-an telah menganggap Warren mengalami “ketimpangan diksi puitis”. Mereka menganggap Warren mengutip ayat-ayat dari kitab suci secara berlebihan dan sering menggunakan kata-kata yang canggung. Hal ini terjadi karena komposisi lirik yang disusun dengan cepat dan ingin meninggalkan kesan megah.
Sebagai seorang spritualis Kristen, Warren telah melakukan penyimpangan yang luar biasa dengan mengambil risiko menjadi penyair. Namun terobosan Warren terlihat jelas pada karya transisional seperti “Inkarnasi” dan “Audubon”, yang menggambarkan semangat baru dan keberanian dalam mewartakan injil (James Baldwin Criticism, Baldwin, France 1961)
Pada akhir 1970-an, kritikus Harold Bloom memelopori publik sastra Amerika untuk mendaulat Warren sebagai salah satu penyair besar dari tradisi abad kedua puluh. Hal ini didukung oleh barisan penyair Amerika terkemuka saat itu termasuk Robert Frost, Hart Crane, Wallace Stevens, William Carlos Williams, Ezra Pound, dan TS Eliot. (Arsip Sastra Dunia Vol-24, Perpustakaan Umum Propinsi Aquitaine, France)
Warren telah menghasilkan puisi yang orisinal dan visioner, serta menginspirasi sastrawan dunia. Publikasi dari The Collected Poems Robert Penn Warren pada tahun 1998 terbukti telah menjadi anugerah atas jasanya. Roeslan, DES yang pernah menjadi pengajar studi Anglophone di Nice University mengomentari buku tersebut : “relevansi puisi kontemporer yang diusung Warren telah terus menyusut, terutama pada karya-karya di akhir hayatnya. Meskipun demikian Warren telah berdiri sebagai salah satu tokoh utama abad kedua puluh Amerika dengan karya-karyanya yang brilian”. James Dickey telah megabadikan nama Warren dengas kalimat, "he invest us with the greatest and most exacting of all human powers: that of discovering and defining what we must be, within the thing that we are”.
“dia (Warren) telah menginvestasikan kepada kita dengan hal yang tersulit dan terhebat dari seluruh kekuatan manusiawi (yaitu ) : Menemukan dan memaknai tentang apa yang harus kita lakukan, dengan apa-apa yang kita miliki apa adanya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar