Selasa, 26 Juli 2011

TIGA PUISI MERATAP SUNYI

Kesunyian Kabut Malam

Panggul, 23 April 2011



Di bawah bendera, pagi itu kita nyanyikan

lagu-lagu negeri menggema bumi pertiwi

angin mengalun merdu senandungkan rindu

memberi panorama indah di alam negeri

menjadikan pucuk-pucuk daun cemara berzikir di laut senja



tapi, selalu terdengar duka bau amis

ketika sungai berkeluh kesah dalam peradaban

jauh dari tumpuhan dada ke alam semesta

sedangkan penaku belum sempat kutuliskan

makna kata disetiap sajakku



dalam kabut yang kian menebal

selalu sunyi membiarkan berlalu

daun-daun bermimpikan senja

nakoda merindukan samudra

sia-sia



dalam gelombang yang pasang

selalu meruntuhkan tumpukan batu karang

dan hanya tinggal lukisan di gelap malam





Persetubuhan yang Mencakar Senja

Panggul, 24 April 2011



Kembali persetubuhan dikemas dalam kambing hitam

mengambang jadi batu loncatan

keranjang dan dinding-dinding kelam

hanya tinggal kenangan

yang masih menari di luasnya langit,

sepi nan abadi

kobaran api masih membakar aliran darah

yang kian waktu memucat pekat

menutup hasrat



beningnya air yang mengalir mengubah keruh

menghampar isak tangis dihalaman rumah

seperti suara petir menusuk hati dan terus menusuk pagi

nafas jadi tersendat dari segala bentuk permainan

kaki jadi cacat dari segala bentuk perdebatan

tapi langit masih semburat merah

dari sayap-sayap yang patah



kembali persetubuhan mencakar senja

dan maha bijak mengetuknya

kembali pada kodratnya







Patung Sandiwara



telah kujalani kehidupan ini

kehidupan yang seperti gelombang

menghantam batu karang

dan orang-orang menyembunyikan kepalsuan

dibalik jiwanya

laut pasang surut dalam pandanganku

larut dari kaki-kaki kekuatan



telah kujalani lembah-lembah kegelapan

dan didalamnya masih tersisa anak kelaparan

mengharap kasih sayang dalam pangkuan

meneteslah airmataku dengan tangan tak sampai

mengucurlah keringatku dari kerasnya rel kereta



namun mereka masih saja mematungkan sandiwara

melihat kehidupan ini

dan mereka masih juga sibuk mencari ceperan

diberbagai penjuru

gaji mereka semakin tinggi

anak terlantar jadi mati

oh, inilah makna kehidupan

ketika matahari mampu dikuasai pancaran sinarnya

tak lagi berbagi, sungguh mereka pengkhianat hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar